Entri Populer

Kamis, 16 Desember 2010

Dasar Hukum Islam dan Perbedaan Aliran dalam Islam

Sesungguhnya dasar hukum Islam bersumber dari Al
Qur'an dan Hadits. Al
Qur'an merupakan kumpulan firman Allah yang berisi
petunjuk bagi orang
yang bertakwa, sedang Hadits merupakan penjelasan dari
Nabi Muhammad
SAW. Jika ada masalah yang tak ada solusinya dalam Al
Qur'an dan
Hadits, barulah para ulama Mujtahid bisa melakukan
ijtihad untuk
mencapai Ijma' Ulama (Kesepakatan ulama) yang tentunya
tak boleh
bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits. Hal ini sama
dengan
peraturan camat tak boleh bertentangan dengan
peraturan Walikota,
peraturan pemerintah, dan UUD:
.
"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi
mereka yang bertakwa," [Al Baqoroh:2]

Sebagai Muslim, kita dilarang kafir (mengingkari)
perintah Allah dalam
Al Qur'an:

"Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku
turunkan (Al Qur'an)
yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan
janganlah kamu
menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan
janganlah kamu
menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan
hanya kepada
Akulah kamu harus bertakwa" [Al Baqoroh:41]

Kafir terhadap Al Qur'an bukan cuma berarti dia
terang-terangan
menyatakan kafir terhadap isi Al Qur'an, tapi juga dia
berusaha
menafsirkan isi Al Qur'an sehingga berbeda dengan
maknanya.

Padahal Allah menegaskan bahwa dalam Al Qur'an itu ada
ayat yang jelas
yang wajib kita amalkan, sedang ayat yang tak jelas
hanya Allah saja
yang mengetahuinya.

"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada
kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah
pokok-pokok isi Al
Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka
mereka mengikuti
sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan
fitnah dan
untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya
itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil
pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal."
[Ali Imron:7]

Hanya orang yang sesat yang berusaha menafsirkan ayat
yang tak jelas
(mutasyabihat) dengan maksud menimbulkan perpecahan.
Adapun ayat yang
Muhkamaat (jelas), orang kebanyakan bisa langsung
memahami maknanya.
Bukankah zaman dulu meski belum ada IAIN, Al Azhar
atau para doktor,
toh penduduk Arab yang rata-rata cuma penggembala bisa
memahami makna
Al Qur'an yang Muhkamaat dan melaksanakannya?

Coba lihat 2 ayat di bawah ini, jelas bukan maknanya?

 "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha
Bijaksana." [Al Maa-idah:38]

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu
bertakwa," [Al Baqoroh:183]

Jika kita mempelajari Al Qur'an dan Hadits, niscaya
kita bisa
mendapatkan penjelasan yang lebih detail bagaimana
pelaksanaannya,
misalnya jumlah minimal curian sehingga seorang
pencuri bisa dipotong
tangannya.

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya
dan takut kepada
Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah
orang-orang yang
mendapat kemenangan." [An Nuur:52]

Ada baiknya dalam menafsirkan atau menjelaskan Al
Qur'an itu dengan
memakai ayat Al Qur'an sendiri. Jika tak ada, baru
dengan hadits.
Setelah itu baru dengan pikiran sendiri. Bukan
sebaliknya kita malah
memakai pikiran sendiri dan meninggalkan Al Qur'an dan
Hadits.

Dengan memakai pikiran semata yang bertentangan dengan
Al Qur'an dan
Hadits cuma akan menimbulkan perpecahan, karena setiap
orang itu
berbeda-beda pendapatnya.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
ni`mat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan,
maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
ni`mat Allah
orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk." [Ali
Imron:103]

Seorang ulama sekalipun tak boleh mengharamkan apa
yang dihalalkan
Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau
menafsirkan Al
Qur'an dengan hawa nafsunya sendiri. Ummat Yahudi yang
bertaqlid buta
pada ulamanya meski ulamanya melanggar perintah Allah,
disebut oleh
Allah sebagai mempertuhankan para ulama.

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan
rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan)
Al Masih putera
Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan
Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan." [At Taubah:31]

Jadi jika ummat Islam konsisten berpedoman pada Al
Qur'an dan Hadits
serta tidak mentafsirkan ayat-ayat yang Mutasyabihat
(tak jelas),
niscaya tidak akan timbul perpecahan. Akan lebih baik
bagi kita untuk
mempelajari dan mengamalkan ayat-ayat yang Muhkamaat
(jelas) serta
Hadits ketimbang melakukan penafsiran seenak sendiri
sehingga hasilnya
hukum Islam versi mereka tak lebih seperi hukum
sekuler yang dipakai
di negara-negara Barat.

=====
Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.geocities.com/nizaminz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar